Majalah Selangkah.com Pemerintah Indonesia telah tidak lagi bertobat untuk
memekarkan Kabupaten Mapia Raya di wilayah Mapia itu.
Di pulau
Cenderawasih Papua kini masih semakin ramai dengan berbagai
pemekaran
baik itu Kecamatan, Kabupaten,
maupun pemekaran Provinsi ini, menurut pemerintah pusat itu bisa menjawab
berbagai persolan yang ada di Papua tapi hanya menambah masalah di atas masalah.
Sekalipun
masalah-masalah yang dihadapi warga di daerah telah diakomodir, dirangkul dan
disatukan dalam UU No.21/2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua
dan Papua Barat Saat
ini, pemberlakuan Otsus telah menginjak usia sudah 14 tahun tetapi substansi dari UU Otsus masih tetap tidak
direalisasikan melalui program dan kebijaka-kebijakan yang bernuansa kekerasan
dan konflik sebagai actor utaama oleh militer.
Kita
tidak pernah atau jarang menyaksikan bahwa pemerintah masih mengembangkan
program pemekaran sebagai solusi untuk membangun Papua.
Karena
itu, pemerintah sudah harus menganggap pemekaran Kabupaten dan Provinsi sebagai
solusi utama untuk menyelesaikan konflik Papua dengan tujuan utama yakni
kesejateraan dan kemandirian rakyat Papua.
Sambil
mengamati banyaknya pemekaran di Papua baik Papua di bagian Pantai maupun
Pegunungan, pemerintah Dogiyai melalui tim pemekaran
kini masih
memperjuangkan pemekaran Mapia Raya. Ada kenyataan bersama bahwa upaya
pemekaran Mapia Raya ini telah diupayakan oleh pemerintah di Kabupaten Dogiyai.
Bupati
Kabupaten Dogiyai telah terbukti membentuk tim pemekaran Mapia Raya tesebut.
Tim pemekaran ini telah dibentuk sejak 27 Mei, 2014 di Kabupaten Dogiyai.
Berdasarkan
data atau laporan dari sejumlah penjabat birokrasi di Kabupaten Dogiyai bahwa
Tim ini dibentuk berdasarkan instruksi langsung dari kosong
1 Dogiyai.
Nampak
sekali, ada unsur kesengajaan dalam membentuk tim pemekaran yang diketuai oleh
Paskalis Butu untuk menyiapkan berbagai administrasi seperti membuat
bahan sosialisasi tentang pemekaran, kordinasi, sosialisasi dengan berbagai
stakeholder dan berbagai kelengkapan lainnya.
Juga tim
ini ditugaskan untuk mencari orang-orang yang berkepentingan tertentu untuk
menarik perhatian dan dukungan secara semaksa dalam mewujudkan upaya pemekaran tersebut.
Maka pemekaran Mapia Raya ini kini telah
dikerjakan secara diam-diam untuk meminta
persetujuan kepada menteri dalam Negeri tanpa mengadakan dialog bersama rakyat secara
resmi.
Ketika
upaya ini telah diketahui oleh kebanyak warga Dogiyai, maka merekapun menolak
secara total. Penolakan rakyat atas upaya pemekaran Mapia Raya itu dapat
dinyatakan melalui berbagai pertemuan, cara dan tindakan.
Penolakan
dari rakyat itu di antaranya, dapat dinyatakan dengan tulisan yang telah
diekspos oleh kawan-kawan tabloidjubi, Edisi Sabtu, 24/11/2014.
Bahkan
sampai sekarang, pemerintahpun tidak henti-hentinya memperjuangkan pemekaran
Mapia Raya daripada mengurus upaya penyelesaian berbagai masalah daerah.
Oleh
karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa sebenarnya pemerintah tidak serius
membangun pembangunan bagi warga di Kabupaten Dogiyai.
Tanggapan Kritis Atas Upaya Pemekaran Mapia Raya
Untuk
menanggapi realitas upaya pemekaran di atas, kami tidak mau basa-basi atau
tidak mau mendikte pemerintah. Tapi kami hanya mau menyatakan
sikap tolak secara
total atas pemekaran tersebut. Semua rakyat Dogiya, tokoh agama, pemuda,
perempuan, tokoh adat bersama kami mahasiswa asal Dogiyai menolok tegas
terhadap upaya pemekaran Mapia Raya tersebut.
Adapun
beberapa alasan yang mendasari bagi kami untuk menolak pemekaran Mapia Raya
yakni:
1.
Kemampuan Ekonomi
2.
Potensi daerah
3.
Soal budaya
4.
Sosial politik
5.
Jumlah pendudukan
6.
Luas daerah
Sedangkan
pasal 3 huruf d merupakan cerminan tersedianya sumber daya yang dapat
dimanfaatkan dan memberikan sumbangan terhadap pernerimaan daerah dan
kesejahteraan masyarakat yang dapat diukur dari:
1.
Sarana ekonomi
2.
Sarana pendidikan
3.
Sarana kesehatan
4.
Sarana transporasi dan komunikasi
Bila
keberadaan warga di Dogiyai itu dikaji berdasarkan UUD di atas, pemerintah
telah terbukti tidak memenuhi syarat-syarat untuk pemekaran Mapia Raya. Kita
sudah alami bersama, keberadaan warga dan alam Dogiyai saat ini tidak memenuhi
dan dijamin oleh berbagai kriteria yang telah dirumuskan di atas. Baik dari lima unsur pada pasal 3 yakni Kemampuan Ekonomi, Potensi
daerah, soal budaya, sosial politik, jumlah penduduk, Luas daerah maupun lima poin pada UUD 129 pasal 3b yang berbicara menyangkut
syarat kedua dari sebuah pemekaran tersebut. Syarat-syarat kedua ini merupakan
cerminan sumber daya yang dapat dimanfaatkan dan memberikan sumbangan bagi
suatu pemekaran yakni Lembaga keuangan, Sarana ekonomi, Sarana pendidikan,
Sarana kesehatan, Sarana transporasi dan komunikasi, Sarana pariwisata serta ketenaga kerjaan. Jadi sekalipun usahanya
telah dibuat, tetapi kita mesti ketahui bersama bahwa pemerintah sudah tidak
memenuhi kedua syarat dasar ini atas sebuah pemekaran.
Nampaknya
jelas, kehidupan masyarakat di Kabupaten Dogiyai dalam segala aspek telah gagal
dibangun oleh pemerinta setempat. Di aspek ekonomi, keberadaan masyarakat hingga kini masih tetap tidak berdaya, miskin dan tidak dapat
mempertahankan hidupnya sendiri. Padahal rakyatnya hanya sedikit saja tetapi
tidak dijamin oleh pemerintah melalui berdirinya Kabupaten Dogiyai selama berumur
9 tahun.
Sudah
harus ditegaskan kembali bahwa aspek ekonomi saja masih tetap akan
memperhatinkan. Kita memang menghargai pendekatan ekonomi yang digunakan oleh
pemerintah dalam membangun warga di Kabupaten Dogiyai.
Contoh
konkritnya, pemerintah telah menurunkan 100 juta dan memberikan beras Raskin
kepada masyarakat sehingga mereka telah dapat menggunakannya untuk
mempertahankan hidup ekonomi mereka. Tapi masalah kemiskinan masih tetap menimpa atas warga di Dogiya. Realitas
kemiskinan jadi malaikat maut yang mematikan semua kekuatan warga dan alam
setempat dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pergantian pemimpin demi pemimpin
dalam kehidupan pemerintahan, soal kemiskinan rakyat menjadi tugas dirumah yang
makin bertambah sulit untuk dikerjakan secara tuntas.
Usaha-usaha
rakyat tetap saja menjual di atas lantai tanah dan beratap matahari di seantero
Kabupaten Dogiyai. Jika telah menuntut pembangunan gedung pasar, maka
pemerintah biasa apatis. Pemerintah selalu punya alasan banyak sekalipun aspek
ekonomi merupakan kebutuhan mendasar dan harus dipenuhi oleh pemerintah. Tapi
nyatanya tidak. Bukan orangnya tidak ada, tetapi masalah ekonominyalah yang
telah tidak dituntaskan melalui program-program kontekstual bagi rakyat. Jadi,
hal ini menunjukkan bahwa pemerintah sebenarnya tidak merealisasikan substansi
dari UU Otonomi Khusus dalam membangun daerah.
Kondisi
ini malahan mulai semakin merembes bagi keberadayaan warga dalam berbagai aspek
kehidupan yang lain. Sepertinya persoalan buta aksara yang masih dialami oleh
semua warga baik masyarakat maupun anak-anak berusia sekolah. Berdasarkan
pengamatan langsung dari semua pihak, warga Dogiyai Mapia
yang telah
tergolong dalam masalah buta aksara ini adalah sebanyak 90 persen. Sementara
mereka yang tahu baca dan tulis adalah sebanyak 10 persen. Bagi mereka ini
dipastikan tergolong dari mahasiswa dan para pejabat yang lagi bekerja di
Dogiyai. Karena orang yang sudah berpendidikan saja sudah diketahui tidak lebih
dari 100 orang. Ini data lapangan ketika mahasiswa Asal Dogiyai
ke daerah langsung.
Sudah
begitu, pemerintah sudah tidak menyiapkan sumber Daya Manusia (SDM). Hal
ini diperparah lagi dengan telah tidak tersedianya sarana dan prasarana sekolah
di setiap sekolah yang ada di Dogiya. Kondisi sekolah yang ada
diwarnai dengan
minum mabuk beralkohol, memakan pinang dan kegiatan yang hura-hura juga
merupakan satu integral yang tidak bisah dipisahkan dari masalah pendidikan dan
ekonomi.
Persoalan
lain yang merupakan alasan mendasar bagi kami untuk menolak tegas atas
pemekaran Mapia Raya yakni: Tidak tembus-tembusnya jalan raya trans dari
Dogiyai menuju ke Sukai Selatan dan tembus ke Mimika Selatan. Padalah
triliyunan rupiah yang dari pusat setiap tahun untuk membangun Infrastruktur, tetapi proyek jalan dan
jembatannya masih saja belum apa-apa
namun ingin mau mekarkan ini sangat lucu dari mata publik.
Ini masalah
mendasar yang tidak bisa dipungkiri. Apalagi keberadaan rakyat setelah akan
dimekarkan Mapia Raya nanti kita punya hidup lebih bertambah menderita
lebih parah
dalam segala aspek.
Dengan
demikian, kami semua orang yang ada di Dogiyai menolak total atas pemekaran Mapia Raya. Kami
tidak mau Mapia Raya. Kami tetap akan tolak upaya pemekaran Mapia Raya. Ini
telah dinyatakan juga sejak musyawarah kami bersama rakyat di Ruang SMP Neg.01
Mapia Distrik Mapia.
Penolakan
kami atas pemekaran Mapia Raya ini telah dinyatakan terlebih dahulu oleh
Gubernur Papua Lukas Enembe. Seruan penolakannya secara moral itu dapat disampaikan Gubernur Papua kepada publik dan dapat
dimuat oleh media harian umum Cenderawasih Pos, edisi Seni, 03 November 2014
lalu. Jadi aksi penolakan tegas kami atas pemekaran Mapia Raya ini
merupakan dukungan kepada Bapak Gubernur untuk
penolaakn pemekaran kabupaten dalam membangun Papua yang sungguh-sungguh bangkit, mandiri dan
sunguh-sungguh sejahtera. .
Penulisan :Mahasiswa Papua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar