Sabtu, 18 April 2015

Zaman Dahulu Di Mapiha



Majalah Selangkah Com Pada zaman dahulu, di sebuah perkampungan, hiduplah seorang pemuda. Pemuda itu berparas tampan. Ia pekerja keras. Setiap hari, lelaki itu mengurusi ladangnya, karena ia tidak memunyai isteri, untuk membantunya bekerja di kebun.
Kehidupannya damai tenteram. Di kebunnya, berbagai macam bahan makanan telah ditanamnya, dan ia tidak kekurangan satu pun tentangnya. Namun, ada yang kurang dari hidup pemuda ini. Ia tidak pandai berburu, seperti pemuda  sekampung lainnya. Oleh karenanya, ia sering dipanggil perempuan, dan sering diojek oleh teman-teman lelakinya sebagai perempuan.
Hal ini biasanya membuat pemuda itu sakit hati.  Suatu hari, lelaki itu tak tahan lagi mendengar omelan dan cacian dari semua pemuda sebayanya di kampung itu. Ia memutuskan untuk berburu. Maka, segala jenis perlengkapan berburu seperti busur dan anak panah, bekal, dan lain sebagainya ia siapkan.
Setelah siap semuanya, maka pada suatu pagi yang cerah, sebelum metahari menyembul ke permukaan mengusir malam, pemuda itu telah keluar rumahnya. Ia keluar untuk berburu. Di tangannya, dibawahnyalah busur dan anak panah. Di pundaknya, dibawanya bekal makanan  di dalam noken. Ia takut kepergiannya untuk berburu diketahui dan malah ditertawai oleh sesama pemuda di kampungnya, dan oleh karena itulah ia keluar sepagi itu untuk berburu.
Hutan lebat di depannya ia telusuri. Namun, karena ia tidak tahu cara cara dan teknik berburu yang digunakan lazimnya, maka ia bingung akan berbuat apa dari dalam hutan. Terpaksa ia seharian itu menyusuri hutan. Beberapa burung ia dapati. Beberapa binatang buruan sering ia jumpai di dalam hutan. Namun, tidak ada satu pun yang dapat ia panah.
Pemuda itu kesal. Pemuda itu  cape. Ia memutuskan untuk berisitrahat sejenak. Sambil beristirahat, mulailah ia belajar melesakkan panah tepat pada sasarannya. Ia membuat bulatan kecil di sebuah batang pohon besar, dan berusaha memanahnya tepat di tengah-tengah titik itu. Namun, tak satupun dari parusan tembakan anak panahnya ayng mengenai sasaran yang diinginkan.
Pemuda itu tidak kecewa dengan hal ini. Malah ia bertambah senang, karena ia dapat semakin memahami teknik menembak menggunakan busur dan anak panah. Akhirnya, hari sudah sore. Pemuda itu memutuskan untuk pulang saja ke rumah. Namun, ia malu juga, karena seharian berburu, tidak satupun binatang buruan yang ia dapat. Ia malu kepada teman-temannya di kampung. Apa kata mereka nanti bila melihat saya pulang berburu dengan tangan kosong? begitu pertanyaan yang selalu terging di benaknya.
Akhirnya, ia memutuskan untuk mengunjungi saja kebunnya yang letaknya di bibir hutan itu. Segera ia sampai ke kebunnya. Hari sudah semakin senja. Matahari sudah semakin terbenam. Lelaki itu tiba di bibir kebun.
Ada sesuatu yang dilihatnya bergerak, seperti benda hitam tampaknya. Di dalam rerumputan itu, di pinggir pohon pisang, diantara  rimbunnya atanaman ubi yang ditanamnya, ia melihat ada sekawanan binatang.
Dengan mengendap-endap karena ingin tahu, lelaki itu mendekatinya. Dari dekat, dilihatnyalah seekor babi hutan dengan tujuh ekor anaknya yang masih kecil sedang mencungkil dan memakan tanaman ubi miliknya di kebun itu. Dengan segera, diambilnyalah panah, dan dibidiknyalah induk babi itu.
Namun sayang. Karena ia belum terlatih untuk menembak, tembakannya jauh dari sasaran. Anak panahnya mengenai telinga induk babi. Sementara karena kaget, babi itu berteriak keras, dan meninggalkan  tempat itu, dengan lari sekencang-kencangnya. Sementara itu, anak-anaknya tercerai berai. Melihat kejadian itu, maka pemuda itu segera berlari mengejar salah satu anak babi.
Karena anak babi itu kecil, maka dengan gampangnya dapat ditangkap  pemuda itu. Dengan rasa senag yang amant sangat, maka segera ia meninggalkan kebunnya dengan menggendong anak babi tersebut. Sesampainya dirumah, ia menyiapkan kandang kecil di samping rumah. Kemudian, anak babi itu dimasukkan ke dalam kandang itu.
Hari berganti, bulan berlalu. Anak babi itu semakin besar. Anak babi peliharaannya itu seperi manusia rasanya. Bila ke  kebun, anak babi itu akan mengikutinya dari belakang. Ketika ia pulang dari kebun, anak babi itu pun akan mengikutinya dari belakang pula. Bila pemuda itu memanggil nama babi, maka dengan cepat akan direspon oleh babi itu dengan teriakan kecilnya.
Suatu pagi yang cerah, pemuda itu pergi ke kebun. Seperti biasa, babinya itu mengikutinya dari belakang. Setelah bekerja seharian, kali itu ia agak kelelahan. Oleh karenanya, ia ingin pulang lebih cepat dari biasanya. Ia memanggil babinya. Ketika babinya itu muncul, lelaki itu berjalan menuju rumah.
Pikirnya, babi itu akan mengikutinya seperti biasa dari belakang. Namun sial bagi pemuda itu. Sesampainya di rumah, ia mendapati babinya itu tidak bersamanya. Pemuda itu kaget, dan menoleh ke samping kiri dan kanan ia berdiri. Segera noken berisi ubi jalar, sayuran dan air yang dibawa ia lepaskan, dan berlari kecil kembali ke arah kebun, mencari babinya itu. Namun, babi itu tiada didapatnya juga. Babi itu telah hilang.
Pemuda itu sedih. Malam itu, ia kembali ke rumah. Ia tidak makan malam itu. Keesokan paginya, ia mempersiapkan segalanya untuk mencari babinya. Ia mencari sambil memanggil-manggil babinya, namun tiada keliahatan. Karena putus asa, di sebuah tempat yang teduh, ia duduk.
Sekilas, di samping kanan jalan, dilihatnya sebuah gundukan rumput tebal. Gundukan rumput itu bergerak gerak. Dengan sigap, lelaki itu segera dengan tidak menimbulkan suara mendekati gundukan rumput yang masih bergrak itu, dan memasukkan tangannya meraba benda yang bergerak itu.
Tangannya menjamah binatang liar, semacam pihaii (kangguru). Ia segera memegang kedua telinga dan kaki Pihaii tersebut, dan mengeluarkannya dari gundukan rumput. Pihaii itu sangat besar, sebesar anak babinya. Sesaat, timbul di pikirannya untuk menikmati saja daging pihaii, yang tentunya tidak kalah nikmatnya di banding daging babi.
Segera ia membawa pulang babi itu. Sesampainya di rumah, ia melihat lagi Pihaii yang bergerak-gerak di dalam kurungan, minta dilepaskan itu. Kemudian, gerakan-gerakan pemberontakan Pihaii untuk melepaskan diri dari dalam kurungan itu, berlahan membuat pemuda itu berpikir, apa jadinya bila ia yang menempati kondisi dan keadaan Pihaii seperti di dalam kurungan.
Lagipula, sebenarnya tujuanku ke hutan, bukan untuk mencari Pihaii ini. Dia kebetulan aku dapat di hutan. Dia bukanlah yang aku cari, begitu ia membatin.
Ia juga sadar, bahwa sesungguhnya tindakannya mencerai beraikan induk babi dengan anak-anaknya itu salah. Ia telah merampas kebahagiaan keluarga babi itu dengan tindakannya itu. Tindakannya mengambil Pihaii dan mengurungnya dalam kurungan, juga babi  itu telah menodai kemerdekaan mereka sebagai binatang yang bebas merdeka untuk hidup  di alam mereka.
Maka Pemuda itu segera membawa kurungan itu ke luar rumah, dan sore  itu juga, sebelum matahari terbenam, ia telah sampai pada gundukan rumput tempat ia memeroleh Pihaii tersebut, dan melepasnya kembali sambil berkata:
Pihaii, bukan kamu yang saya cari. Kembalilah ke alammu. Bila kau bertemu babiku di hutan, sampaikan salamku padanya. Katakan padanya: semoga ia dapat hidup dan berkembangbiak di alamnya dan bahagia. []
Penulis:cerita Rakyat, Papua, Suku Mee, Dogiyai


Wajah Kabupaten Dogiyai Dari



Majalah Selangkah Com Awal Pondasi Sampai Dini Hari Semakin Rusak Lagi-lagi, wajah Kabupaten Dogiyai dinilai dari tahun ketahun setelah Moanemani,Mapiha jadi Kabupaten Dogiyai terus mengalami penurunan baik dalam pembangunan infrastruktur di kota maupun di daerah pedesaan dan juga pembangunan financial disegala bidang yang ada
Banyak masyarakat setempat menilai, rusaknya wajah Kabupaten Dogiyai dikarenakan pemimpin daerah tidak konsisten dengan tugas dan tanggung jawabnya.

Hal ini mendapat tanggapan serius dari MapihaYoka, seorang mahasiswa yang sedang menuntut ilmu disalah satu kampus Kota luar papua, melalui via seluler, dari Dogiyai (18-4-2015), pagi ini.
 
Menurut Yakobus tagi, sebagai masyarakat dogiyai, bukan hanya dia tapi sudah lebih dari 80% masyarakat yang ada di Kota Dogiyai terus merasa kesal, kecewa, dan jengkel terhadap pemimpin daerah dalam hal ini bupati terkait yang terlihat acuh tak acuh alias malas tahu dengan kondisi wajah Dogiyai yang semakin tidak membaik.
"Saya yang dari kecil sampai besar dari Mapiha di kota Dogiyai ini, jujur sangat kaget ketika melihat kota yang pernah dijuluki Dogiyai subur itu kini telah menjadi kota yang tandus. Sehingga banyak pertanyaan yang muncul dalam hati saya, saat tiba dari sul-sel. Sebenarnyaapagerangan yang membuatkota yang saya cintai ini terus merosot rusak?",Tanya mee yoka bingung.

"Sudah empat tahun, lanjut dia, tidak ada yang berubah, bangunan-bangunan dan jalan-jalan raya semakin membusuk saja".
Ia mencontohkan, "sebut saja misalnya PasarMoanemani/ Mapiha kini pasar diterminal dan Dogiyai sudah tidak terawatt dengan baik begitu pun ditempat umum yang lain", paparnya.
Masih dari Mee yoka, "kemudian pencemaran udara juga sudah tidak enak lagi untuk dicium, karena sampah berceceran sembarang dan menumpuk seperti mata jalan pasar lama Moanemani Mapiha", kata dia.

Terlepas dari Otin, dihari yang samaini, tepat pukul 09.00, melalui via seluler, IbuOni tebai yang berusia 46 tahun berpen dapat sama ketika ditanya mengenai kinerja Pemerintah Daerah Dogiyai.

"Mama piker untuk apa mama jelaskan lagi, semua orang pasti sudah dan telah merasakan sendiri kok. Apa lagi orang Dogiyai yang sudah lama seperti mama pasti tahu betul", kata mama yang berstatus janda ini.

Namun ketika diminta tanggapannya mengenai wajah Dogiyai sekarang, mama oni tebai menilai kondisi dan keadaan kota sudah tidak terawatt lagi. Lalu mama juga bilang pemimpin daerah tidak relevanter hadap tanggung jawab yang diberi secara mutlak olehTuhan, Alam dan masyarakat setempat.
"Kalau menyangkut pembangunan dan lain-lainnya mama pikir memang pemda yang ada sekarang ini semua macam orang yang tidak sekolah. Renovasi tempat umum seperti pasar Terminal dan Dogiyai memang biasa dibuat tapi sayangnya mama-mama mereka berjualan diatas tanah dengan itu mama marah sekali kepemda kata mama dengan nada suara sedikit kecewa campur emosi".

Kemudian mama oni tebai menilai juga, "sebenarnya semua bisa demikian karena kepala yang salah.Kalau mama mau bilang, Bupati Drs Thomas Tigi harus sadar cepat.Jangan tahunya memperkaya diri, soalnya Kabupaten Dogiyai ini bukan untuk keluarga anak Thomas yang punya", jelas mama.

Masih dari mama oni tebai, " kapan lagi Thomas mau bekerja dan tunjukkan kepada masyarakat sebagai seorang pemimpin yang baik kalau selalu begini-begini terus", harap mama.

"Mama pikir, ini peluang dan kesempatan baik buat Thoms tigi sebenarnya untuk mencari nama baik kepada publik, supaya masa depannya juga semakin terbuka", pesan mama sambil menutup pembicaraan.

Penulis:Mapiha Yoka

Budaya Mapiha Dan Sejati Diri



Majalah Selangkah Com Saya adalah orang Papua, hitam kulitku dan keriting rambutku serta memiliki budaya mapiha yang sangat berbeda dengan yang lain. Kami orang Papua juga memiliki berbagai budaya mapiha yang berbeda dari setiap sukunya. Budaya mapiha sudah ada sejak nenek moyang kita hingga saat ini dan akan ada selama-lamanya pergenerasi yang akan bertumbuh.
Saya berawal dari Papua dan akan kembali ke Papua, saya bukan siapa-siapa yang semaunya menghina jati diri dan seluruh isi budaya mapiha. Hendak saya menghina budaya mapiha berarti saya menghina jati diriku yang sebenarnya.
Saya bukan siapa yang semaunya membenci dan secara tidak langsung mendiskriminasi seluruh budaya mapiha yang dicampurbaurkan dengan budaya mapiha orang lain. Akankah budaya mapiha akan bertahan atau masih dipertahankannya? Pertanyaaan ini selayaknya dijawab oleh sebagian orang yang melihat budayanya sebelah mata.
Situasi dan perkembangan zaman sangat berpengaruh terhadap karakter jiwa seseorang. Di mana karakter dapat berubah ketika situasi dapat mempengaruhinya. Namun, bagaimana strategi kita untuk memenangkan hal tersebut dengan prinsip prinsip yang terbangun dari dalam diri kita untuk mempertahankan budaya dan jati diri kita sebaggai identitas kita.
Tanah Papua memiliki berbagai macam budaya yang berbeda dari setiap sukunya. Beribu-ribu budaya mapiha yang ada di daerah Papua, ciri chas dan tipe karakter budaya mapiha pun sangat berbeda dari setiap sukunya, beragam budaya mapiha yang menyelimuti tanah bangsa Papua. Ras Melanesia yang berdiami di pulau cenderawasih, yang daerahnya memiliki banyak keunikan dan memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Kebudayaan Papua menjadi jati diri dan identitas pada orang itu sendiri. Identitas itu sudah ada sejak kita dilahirkan dan sebenarnya sudah menjadi darah daging dalam jiwa kita. Jika kita menghina orang lain berarti kita menghina diri kita sendiri.
 Penulis:Mee Yoka

BAKIT: DASAR PENJAJAH, MAPIHA


Majalah Selangkah Com “MAPIHA jangan pele-pele saya, saya mau masuk. Mapiha kirasaya ini pendatangkah? Saya ini tuan tanah. Ini saya punya tanah, sayaharus masuk kedalam.mapiha orang Indonesia itu jangan bikin tahu-tahu di sini. Kamu orang Indonesia itu yang teroris, perampok, pelacur semua.mapiha orang Indonesia bikin apa dating kesini?
 Mapiha pulang kemapiha punya Indonesia sana. Kami mau merdeka.Sekarang kamu gaya-gaya, besok kami merdeka kami usir kamu semua pulangke Indonesia sana. Goblok kamu,” teriak seorang ibu di  depan pintu masuk ruang keberangkatan bandaraudara  Dominic Edward Osok (DEO), Sorong.
Dari dialoknya jelas bahwa ibu itua dalah “bakit” (sebutan orang Maybra tuntit perempuan).Nampaknya bakti tumemarahi dua orang orang non-asli Papua petugas bandarudara yang menghalanginya untuk masuk keruang keberangkatan, sebab bakit hanyalah pengantar  yang hendak membantu anaknya melaporkan tiket untuk berangkat keJayapura.Akhirnya dengan pemberontakan, bakititu diperbolehkan masuk keruang keberangkatan.
Tidak lama kemudian,bakti itu kembali mendatangi kedua petugas bandaraudara dan memarahinya lagi, “Eh, saya kasih tahu kamu dua.Papua mau merdeka  , dari pada kamu dua mati nanti.Kamu orang Indonesia datang kesini bikin kacau semua.Dasar penjajah kamu!”
Ada tiga hal menarik dari kejadian ini. Pertama,bakit ini nampaknya sangat murkah dengan  perilaku kedua orang non-asli Papua yang berusaha menghalang-Halanginya untuk masuk keruang keberangkatan. Bakit merasa mempunyai hak masuk kedalam ruang kedatangan walaus ebagaipengantar, sebab bakit adalah orang asli Papua atau  tuantanah, sementara yang melarangnyaadalah pendatang. Kedua, bakit itu menilai orang non-asli Papua adalah penjajah, yang dating ke Papua untuk menjajah. Semua tindakannya dianggap sebagai upaya penjajahan terhadap  orang asli Papua.Ketiga, karena orang non-asli Papua yang bakit sebut sebagai orang Indonesia adalah penjajah, maka Papua akan merdeka lepas dari penjajahan  Indonesia. Dan ketika itu terjadi, maka orang non-asli Papua harus pulang kekampung halaman taunegaraasalnya, karena Papua bukankampung halaman mereka dan kemerdekaan Papua bukan untuk mereka.
Ketiga hal ini memang sulit dilepaskan dari benak orang asli  Papua.Banyak orang asli Papua yang telah berkesimpulan bahwa negara Indonesia dan orang non-asli Papua adalah penjajah.Dan karena itu, maka orang asli Papua berjuang untuk merdeka lepas dari penjajahan negara Indonesia dan orang non-asli Papua.
Penulis:Mapiha Yoka